Suatu Cerita yang sudah banyak ditulis dan diceritakan pada
setiap Generasi mengenai Kehidupan Dewi Welas Asih atau biasa di Panggil Dewi
Kwain Im. Pada Jaman Dahulu kala,
di
China hiduplah seorang raja dengan 3 orang putri. Yang paling cantik dan baik
hati adalah Kwan Yin adalah juga yang termuda. Raja yang sudah tua tersebut
sangat bangga pada putri bungsu ini. Tanpa ragu raja memutuskan bahwa Kwan
Yinlah pewaris tahta kerajaan dan suaminya menjadi raja. Anehnya Kwan Yin tidak
bergembira atas keberuntungan ini. Dia tidak begitu tertarik dengan kemewahan
dan keindahan kehidupan istana. Dia meramalkan dirinya tidak menemui
kebahagiaan saat jadi ratu, juga cemas bahwa untuk posisi yang demikian tinggi
dia bukan orang yang tepat dan tidak sanggup menjabat.
Tiap hari Kwan Yin pergi ke kamar untuk belajar dan membaca.
Kebiasaannya ini membuat dirinya menonjol jauh dalam pengetahuan bila
dibandingkan dengan 2 saudara perempuan lainnya. Dalam lingkungan istana dia
dikenal sebagai Kwan Yin Putri Bijaksana. Disamping suka membaca, dia sangat
toleransi dengan teman-temannya. Dia sangat menjaga perilakunya baik di dalam
istana maupun di tempat umum. Hatinya yang lembut selalu terharu melihat mereka
yang menderita. Dia sangat baik hati terhadap para miskin dan orang-orang yang
menderita. Dia telah memikat hati bagi kalangan bawah. Bagi mereka Kwan Yin
adalah dewi penolong yang muncul saat mereka lapar. Beberapa orang bahkan
percaya dia adalah peri yang datang ke bumi dari rumahnya yang berada di surga
barat, sementara yang lainnya mengatakan bahwa pernah suatu kali jauh
sebelumnya Kwan Yin telah tinggal di bumi sebagai pangeran, bukan putri. Apapun
yang dikatakan orang, bagaimanapun Kwan Yin digambarkan, satu hal yang pasti adalah
bahwa dia murni dan baik hati, patut mendapatkan pujian yang membanjiri
dirinya.
Suatu
hari raja memanggil putri kesayangannya ini ke kamar tidurnya, karena merasa
detik-detik kematiannya semakin mendekat. Kwan Yin bersujud dihadapan ayahnya,
berlutut dengan dahi menyentuh lantai, tanda hormat yang sangat. Raja kemudian
meminta Kwan Yin berdiri dan mendekat kepadanya. Sambil memegang tangan putrinya
dengan lembut, dia berkata, ‘Putriku, kamu tahu betapa ayah menyayangimu.
Kerendahan hatimu dan kebajikanmu; bakat dan kegemaranmu pada pengetahuan telah
membuatmu menjadi putri kesayanganku. Seperti kamu tahu ayah memilihmu sebagai
pewaris tahta kerajaan telah lama dipertimbangkan. Ayah berjanji suamimu akan
menjadi raja menggantikan ayah. Hampir tiba waktunya ayah untuk naik naga dan
menjadi tamu di langit. Kamu harus segera menikah’.
‘Namun, ayah nan agung’, kata Kwan Yin bimbang, ‘Saya belum
siap menikah’.
‘Anak kecil, belum siap! Mengapa, kamu belum 18 tahun?
Bukankah semua gadis di kerajaan kita seringkali dinikahkan jauh sebelum usia
18? Disebabkan kegemaranmu belajar, ayah telah menunda kamu untuk dinikahkan,
tapi sekarang kita tidak dapat menunggu lebih lama lagi !
‘Raja yang mulia, dengarkanlah suara anakmu dan jangan
memaksa dia meninggalkan kegemaran yang amat disukainya. Biarkan dia pergi ke
biara yang sunyi dimana dia menempuh jalan hidupnya!.
Raja menarik nafas panjang saat mendengar kata-kata
tersebut. Dia mencintai putrinya ini dan tidak ingin melukai hatinya. ‘Kwan
Yin’, raja melanjutkan, ‘Kamu ingin melewati masa mudamu ini dengan
meninggalkan istana? Kamu ingin memasuki pintu biara dimana para wanita
mengucapkan selamat tinggal pada kehidupan duniawi? Tidak! Ayahmu tidak akan
mengijinkan. Adalah hal yang menyedihkan ayah, dengan amat berat hati bulan
depan kamu harus menikah. Ayah telah memilihkan pria bangsawan yang berbudi
luhur. Kamu telah mengenal namanya, namun belum pernah bertemu muka. Ingatlah
akan peraturan seratus sifat baik dari seorang wanita, itu yang terpenting,
oleh sebab itu kamu harus berterima kasih kepada ayah, bukan kepada siapapun
yang lainnya yang ada di muka bumi ini.
Muka Kwan Yin pucat. Badannya bergetar. Hampir saja dia
terjatuh ke lantai, namun ibu dan saudara perempuannya segera menopangnya,
kemudian dengan penuh kasih sayang merawatnya agar sadar kembali.
Tiap hari dalam satu bulan berikutnya sanak famili Kwan Yin
memohon agar dia menyerah saja dengan apa yang mereka sebut ide bodoh, Kwan Yin
yang telah lama meninggalkan harapan menjadi ratu. Mereka terheran-heran dengan
kebodohannya. Mereka berpikiran bahwa bila ada orang memilih biara daripada
singgasana kerajaan, bagi mereka orang tersebut menunjukkan tanda tidak waras.
Berulang kali mereka menanyakan alasan mengapa dia mengambil pilihan yang aneh
tersebut .Tiap kali ditanya, Kwan Yin menggelengkan kepala dan berkata, ‘Suara
dari surga yang menyuruh demikian dan saya harus mematuhinya’.
Malam menjelang hari pernikahan Kwan Yin menyelinap keluar
dari istana. Setelah melakukan perjalanan yang melelahkan, tibalah dia di
sebuah biara yang bernama ‘Biara Burung Gereja Putih’. Saat lari dari istana,
dia mengenakan pakaian dengan penampilan wanita miskin. Dia mengatakan ingin
menjadi biarawati. Kepala biara, karena tidak mengetahui siapa wanita miskin
ini sebenarnya lalu tidak menerima Kwan Yin dengan ramah, sebaliknya menolak
Kwan Yin bergabung kedalam biara dengan alasan karena bangunan telah penuh.
Akhirnya setelah Kwan Yin menangis tersedu-sedu barulah kepala biara
mengijinkan Kwan Yin masuk, namun hanya sebagai semacam pelayan yang
mengerjakan pekerjaan ringan.
Kini Kwan Yin merasakan kehidupan yang telah lama diimpikan.
Dia mencoba untuk meyakinkan dirinya, namun para biarawati nampaknya ingin agar
dia menderita. Seringkali mereka memberi pekerjaan yang berat sehingga dia
tidak punya waktu untuk beristirahat, sibuk sepanjang hari. Menimba air dari
sumur yang berada di bawah kaki bukit biara atau mengumpulkan kayu dari hutan
di sekitar biara. Malam hari saat punggungnya telah kesakitan seperti mau
patah, dia masih diberi pekerjaan ekstra, yang dapat mematahkan semangat dari
wanita manapun, namun ini tidak membuat putri raja yang pemberani ini patah
semangat. Mencoba melupakan kesedihan dan menyembunyikan penderitaan, kadang
membuat dia mengernyitkan dahinya yang putih. Dia mencoba membuat
biarawati-biarawati yang keras hati ini menyukainya. Membalas kata-kata kasar
dari mereka dia berbicara dengan ramah dan tidak pernah marah pada mereka.
Suatu hari ketika Kwan Yin yang malang sedang memunggut semak di hutan dia
mendengar suara seekor singa sedang berjalan dalam semak. Tidak punya senjata
untuk mempertahankan diri, dia berdoa mohon pertolongan kepada dewa. Setelah
itu menunggu dengan tenang datangnya hewan buas tersebut. Dia kaget, ketika
hewan yang haus darah itu muncul, singa itu tidak menerkam dan mencabik-cabik
tubuhnya. Hanya mendengus dengan pelan. Singa itu tidak mencoba melukai Kwan
Yin, namun sebaliknya malah menggosokkan tubuhnya ke Kwan Yin dengan jinak dan
membiarkan Kwan Yin menepuk-nepuk kepalanya.
Hari berikutnya sang putri kembali ke tempat yang sama. Di sana dia melihat tidak
kurang dari satu lusin hewan buas sedang bekerja dibawah komando singa yang
jinak sedang mengumpulkan kayu untuk dirinya. Dalam waktu singkat telah
terkumpul setumpuk semak dan kayu bakar yang cukup untuk digunakan biara selama
6 bulan. Jadi, bahkan hewan liar di hutan lebih mampu menilai kebaikannya
dibanding para biarawati.
Pada hari yang lain ketika Kwan Yin sedang mendaki bukit
yang ke 20 kalinya sambil memikul 2 ember air, seekor naga besar menghadapnya
di tengah jalan. Di China naga adalah hewan suci. Seingat Kwan Yin dia tidak
melakukan kesalahan apa-apa, jadi dia tidak takut sedikitpun. Naga itu melihat
ke dia sesaat, kemudian memutar badannya dengan kepalanya menghadap ke bukit,
lalu menyemburkan api dari hidungnya. Tiba-tiba kemudian, beban di pundak
wanita yang menakjubkan ini tidak dirasakan. Dengan penuh kecemasan dia berlari
ke atas bukit, ke biara. Saat mendekati halaman dalam, dia kaget melihat sebuah
bangunan baru terbuat dari batu di tengah sebuah ruangan terbuka. Bangunan itu
muncul secara ajaib saat dia sedang berlari dari kaki bukit. Di atas pintu yang
menghadap ke arah barat ada lempeng batu yang berisi tulisan: ‘Menghormati Kwan
Yin Putri Yang Beriman. Di dalam bangunan tersebut. ada sebuah sumur dengan air
yang sangat jernih. Sementara itu untuk menimba air, ada sebuah mesin aneh,
baik Kwan Yin maupun para biarawati tidak pernah melihat sebelumnya.
Para biarawati tahu bahwa
sumur ajaib ini adalah monumen untuk mengingatkan kebaikan dari Kwan Yin.
Selama beberapa hari para biarawati memperlakukan Kwan Yin lebih baik, ‘Karena
dewa menggali sebuah sumur di depan pintu gerbang kita’, kata mereka. ‘Gadis
ini tidak perlu lagi memikul air dari kaki bukit. Apakah karena itu maka dewa
menulis nama pengemis itu?’.
Kwan Yin mendengar ucapan mereka yang tidak enak itu dalam
keheningan. Dia dapat saja menjelaskan makna dari pemberian naga tersebut. tapi
dia memilih untuk membiarkan para biarawati menerka dalam ketidaktahuan. Pada
akhirnya biarawati-biarawati yang egois mulai sembarangan lagi dan
memperlakukan Kwan Yin bahkan lebih buruk dari sebelumnya. Mereka tidak boleh
melihat gadis yang malang
itu menikmati waktu luangnya.
‘Di sini harus bekerja!’, para biarawati berkata kepada Kwan
Yin, ‘Kami semua bekerja keras untuk berhasil dalam lingkungan ini. Kamu harus
melakukan hal yang sama. Jadi mereka merampas kesempatan waktu Kwan Yin untuk
belajar dan berdoa dan tidak mempercayakan sumur ajaib itu kepadanya.
Suatu malam para biarawati dibangunkan oleh suara-suara
asing, lalu mereka mendengar bunyi terompet. Ayah Kwan Yin telah mengirim
sepasukan besar tentara menyerang biara. Nampaknya mata-mata kerajaaan telah
berhasil melacak pelarian putri di tempat pengasingan suci ini.
‘Oh, siapa yang telah membawa kesengsaraan ini ke kita?’
teriak semua wanita, saling memandang satu sama lain dengan penuh ketakutan.
'Siapa yang telah melakukan kejahatan besar? Salah satu diantara kita telah
berdosa besar dan sekarang dewa akan menghancurkan kita'. Mereka saling
memandang, namun tidak seorangpun mencurigai Kwan Yin, karena mereka berpikir
bahwa dia bukanlah orang penting yang dapat membuat langit marah, walaupun pada
nyatanya Kwan Yin telah menyebabkan sesuatu yang mengejutkan mereka saat ini.
Juga bagi mereka Kwan Yin itu rendahan dan begitu penurut, sehingga mereka
tidak menuduh dia macam-macam.
Suara ancaman dari luar terdengar makin keras. Pada saat
bersamaan tangisan penuh ketakutan tiba-tiba meledak diantara para biarawati.
'Mereka akan membakar sumur ajaib kita'. Asap telah membumbung di belakang
pagar dimana tentara kerajaan membakar kayu, apinya akan segera membesar dan menghanguskan
dinding biara menjadi abu. Tiba-tiba sebuah suara terdengar didalam kegaduhan
dan tangisan para biarawati. 'Oh, sayalah penyebab dari semua masalah ini'.
Para biarawati menoleh
dengan kaget, melihat wanita yang berbicara tadi adalah Kwan Yin. 'Kamu?'
mereka berteriak terkejut. "Ya, saya memang putri seorang raja. Ayah saya
tidak mengijinkan saya mematuhi perintah suci dari langit. Saya melarikan diri
dari istana. Dia telah mengirim tentaranya untuk membakar biara ini dan membawa
saya kembali. "Lihat apa yang telah kamu lakukan terhadap kami, gadis yang
menyedihkan", teriak kepala biara. 'Lihat bagaimana kamu membalas kebaikan
kami! Biara kami akan dibakar di depan mata kita! Betapa kamu telah membuat
kami menjadi malang!
Semoga langit mengutukmu!'.
'Tidak, tidak!, teriak Kwan Yin, berbicara dan mencoba
mencegah kepala biara mengucapkan kata-kata buruk. 'Kamu tidak berhak mengutuk
saya, karena saya tidak bersalah, namun tunggu! Kamu akan segera tahu doa siapa
yang akan didengar dewa, doamu atau doaku!. Setelah berkata demikian dia lalu
membungkuk dan menempelkan dahinya ke lantai, berdoa agar biara dan biarawati
selamat.
Di luar biara suara lidah api sudah mulai kedengaran. Si
raja api akan segera menghancurkan setiap bangunan yang ada di atas bukit.
Dalam kepanikan para biarawati bersiap-siap meninggalkan biara dan meninggalkan
barang mereka kepada si raja api yang kejam dan banyak tentara yang lalim.
Hanya Kwan Yin yang masih bertahan sendirian di dalam kamar, berdoa dengan sungguh-sungguh
memohon pertolongan.
Tiba-tiba angin sepoi-sepoi bertiup dari hutan sekitar
biara. Awan hitam berkumpul di atas langit dan meskinpun saat itu adalah musim
kemarau, hujan turun membasahi api. Dalam 5 menit api telah padam dan biara
selamat dari api. Baru saja biarawati yang gemetaran berterima kasih kepada
Kwan Yin karena telah menghadirkan pertolongan dewa kepada meraka, 2 orang
tentara yang mendaki tembok luar kompleks bangunan biara datang dan dengan
kasar menanyakan sang putri.
Kwan Yin yang gemetaran tahu bahwa tentara ini hanya
menjalankan perintah ayahnya, lalu berdoa kepada dewa dan kemudian menyebutkan
dirinya. Kedua tentara itu kemudian menarik Kwan Yin dari hadapan biarawati
yang mulai menyukainya. Setelah dipermalukan dihadapan tentara ayahnya Kwan Yin
dibawa kembali ke ibukota kerajaan.
Keesokan harinya dia berada di depan ayahnya. Ayahnya
menatap dengan sedih kepada putrinya. Dengan pandangan tegang gaya seorang hakim dia memberi isyarat kepada
para pengawal untuk membawa dia maju menghadap. Dari ruang sebelah terdengar
musik yang merdu. Sebuah pesta telah disiapkan ditengah kemegahan. Suara tawa
yang keras dari para tamu mencapai telinga dari gadis muda ini saat dia
membungkuk dengan malu di hadapan singgasana ayahnya. Dia tahu bahwa pesta ini
telah di siapkan untuk dirinya dan ayahnya ingin memberi dia satu kesempatan
lagi.
'Nak', kata ayahnya pada akhirnya bersuara lagi,
'Meninggalkan istana pada malam pernikahanmu bukan saja mempermalukan ayahmu
namun juga calon suamimu. Untuk tindakan ini kamu pantas menerima hukuman mati.
Bagaimanapun, dikarenakan catatan prestasimu yang luar biasa sebelum kamu
melarikan diri, ayah telah memutuskan untuk memberimu satu lagi kesempatan
untuk menebus semua kesalahanmu. Bila kamu menolak, maka hukumannya adalah
kematian, bila kamu mematuhi semua akan baik.Tahta kerajaan yang telah kamu
tolak tetap milikmu. Semua yang saya inginkan adalah kamu menikah dengan orang
yang telah saya pilih'.
'Dan kapan raja yang mulia saya harus memutuskan', tanya
Kwan Yin dengan serius.
'Hari ini, sekarang, saat ini', ayahnya menjawab. 'Apa kamu
ragu antara tahta dan kematian? Bicaralah putriku, katakan bahwa kamu
menyayangi ayahmu dan bersedia menerima tawaran ayahmu!.
Ini adalah saat dimana Kwan Yin dapat berbuat agar dirinya
agar tidak terus-menerus berlutut di bawah kaki ayahnya dan memenuhi keinginan
ayahnya, bukan karena ayahnya menawarkan dia tahta kerajaan, tapi karena dia
mencintai ayahnya dan akan dengan senang hati membuat ayahnya bahagia.
Keinginan hatinya yang kuat telah membuat Kwan Yin jauh dari
rasa iba. Tidak ada kekuatan di muka bumi ini yang dapat mencegahnya untuk
tidak melaksanakan tugas yang telah diberikan kapadanya.
'Ayah yang tercinta', dia menjawab dengan sedih dan suara
yang penuh kelembutan, ini bukanlah pertanyaan mengenai kasih sayang anak
kepada ayah. Untuk yang satu ini tidak perlu diragukan. Sepanjang hidup saya,
telah tercermin dari semua perbuatan saya. Percaya pada saya. Andai saya bebas
memenuhi permintaan ayah, dengan senang hati akan saya lakukan agar ayah
bahagia, namun dewa telah berkata, telah menitahkan agar saya mempertahankan
kesucian, mencurahkan hidup untuk melakukan perbuatan belas kasih. Bila langit
telah menitahkan demikian, apalah yang dapat seorang putri lakukan selain mendengarkan
kekuatan yang mengatur bumi ini?'.
Sang raja yang tua sangat tidak puas dengan jawaban Kwan
Yin. Dia menjadi marah. Keriput tipis di mukanya berubah jadi berwarna ungu
saat darah mendidih naik hingga ke ubun-ubunnya. 'Kalau begitu kamu menolak memenuhi
perintah ayah! 'Bawa dia pergi!'' Hukum mati dia karena berhianat kepada
raja!'. Ketika Kwan Yin dibawa pergi dari hadapannya, raja yang telah beruban
ini jatuh dari kursinya, pingsan.
Malam itu ketika eksekusi mati Kwan Yin dilaksanakan, dia
memasuki alam rendah penderitaan. Tak lama kemudian dia telah menginjakkan
kakinya di negeri hitam kematian. Kemudian di tempat dimana penderitaan yang
tiada akhir itu, tiba-tiba mekar seperti taman surga. Bunga teratai putih-murni
muncul di setiap sudut. Aroma harum semerbak dari jutaan bunga memenuhi segenap
ruangan dan koridor. Raja Yama, sang penguasa datang tergesa-gesa untuk
mengetahui perubahan yang indah ini. Tak lama kemudian matanya terhenti pada
wajah muda yang cantik dari Kwan Yin. Lalu dia melihat ada tanda kemurnian
dalam dirinya yang memang patut baginya berada di surga.
'Perawan yang suci dan cantik, melakukan banyak perbuatan
yang berbelas kasih', setelah berkata demikian dia berkata lagi, 'Saya memohon
padamu, atas nama keadilan agar meninggalkan kerajaan yang berlumuran darah
ini. Tidaklah pada tempatnya bunga yang tercantik dari surga menebarkan
keharumannya di ruangan ini. Yang bersalah harus menderita dan yang berdosa
akan mendapat ganjaran. Berangkatlah engkau dari tempatku ini. Kehidupan yang
abadi akan dilimpahkan kepadamu dan hanya surga yang akan menjadi tempat
tinggalmu'.
Kwan Yin menjadi dewi yang belas kasih. Dia menempati tempat
kediamannya yang indah, jauh melebihi raja dan ratu yang ada di bumi. Sejak
saat itu, disebabkan oleh kebajikannya, ribuan orang miskin memanjatkan doa
kepada dia memohon pertolongan. Tidaklah ada ketakutan dari para miskin ini
saat mereka menatap patung Kwan Yin. Mata mereka berlinang air mata kasih.